Keluargaku Surgaku

Keluargaku Surgaku…

Baiti Jannati, begitu Rasulullah mengilustrasikan kehidupan rumah tangga beliau yang penuh dengan keharmonisan, kebahagiaan, ketenangan, sakinah, mawaddah, dan rahmah. Rumah tangga yang dibangun bukan atas pondasi syahwat terhadap kecantikan, harta, pangkat, jabatan serta pesona hiasan dunia lainnya. Tapi sebuah keluarga yang dibangun karena ketaatan dan mengharap keridho’an kepada Allah. Dan sampai akhir zaman keluarga beliau merupakan rujukan utama bagi mereka yang mendambakan syurga dunia. Kamipun sejak 6 tahun yang terus belajar dan berusaha untuk meneladani kehidupan keluarga beliau.

Bagi kami… Syurga dunia itu hanya dapat diwujudkan oleh pasangan laki-laki sholeh dan wanita sholehah, yang memahami betul kewajiban masing-masing untuk saling berbagi, mengokohkan kelebihan, dan menutupi segala kekurangan masing-masing. Memiliki keikhlasan hati, untuk dapat menerima pasangan apa adanya, baik itu fisik, intelektual, ekonomi, keturunan, dan sebagainya. Karena suaminya bukanlah Muhammad SAW yang begitu sempurna, Yusuf yang begitu memikat, Umar bin Khatab yang gagah perkasa, Mush’ab Bin Umair pemuda yang cerdas, Salman Al-farisi yang ahli strategi, Utsman bin Affan dan Abdurahman Bin ‘Auf saudagar kaya yang ahli shadaqah. Dan istinyapun menyadari bahwa dia bukanlah Khadijah yang luar biasa penyayang dan sangat penyabar, Aisyah seorang mujtahidah yang cendikiawan, Fatimah yang tabah dan putri seorang pemimpin besar, Ratu Balqis yang cantik jelita, Asma binti Yazid yang kritis dan cerdas, Hafshah binti Umar yang ahli ibadah.

Kami hanyalah manusia biasa, yang berusaha memadukan dua unsur menjadi sebuah kekuatan, yang dengannya kami mengharapkan keridho’an dari Allah, mengikuti sunnah Rasulullah, sumber investasi abadi, serta meneguhkan langkah dalam menjalani kehidupan sesuai aturan Allah.

Bagi kami… kehidupan di dunia ini hanyalah perjalanan menuju tempat bermukim abadi. Only Musafir… itulah yang ada dibenak kami. Dengan konsep ini maka tidaklah dalam kehidupan kami muncul hasrat-hasrat ingin membangun istana…, menumpuk-numpuk harta… apalagi berfoya-foya… karena seorang musafir harus tahu diri… ia sedang dalam perjalanan… seorang musafir harus faham diri bahwa hidupnya harus prihatin… sederhana! Bukan sengsara. Jika ada yang membutuhkan bantuan keluarga kecil kami dalam mengarungi hidup ini… kami berdua tidak akan keberatan selama kami mampu dan tidak bertentangan dengan hukum-hukum syara’…

Bagi kami… Pasangan adalah ibarat pakaian kita. Siapapun orangnya tidak ingin pakaiannya kumuh dan lusuh. Semua pastilah meinginkan pakaiannya nyaman, tidak kebesaran, tidak pula kekecilan. Kehati-hatian saat memilih dan membelinya merupakan indikator mendapatkan pakaian yang baik. Rasulullah SAW sangat menganjurkan kepada para pemuda agar lebih memprioritaskan memilih zatuddin (wanita sholehah) untuk dijadikan pendamping hidupnya. Beliau mengatakan “Wanita dinikahi karena empat perkara: “Karena hartanya, kecantikannya, nasabnya dan agamanya. Maka pilihlah yang beragama (shalehah) niscaya engkau akan bahagia”. (Muttafaq ’Alaih). Begitupun kepada wanita, hendaklah ia memilih laki-laki yang baik pemahaman agamanya (laki-laki sholeh), yang hatinya tertaut pada rumah Allah, yang malam-malamnya diisi dengan tahajud dan membaca al-qur’an, yang siang harinya dihiasi dengan dakwah, yang dalam pikirannya terpeta semangat memajukan Islam, mempunyai visi dan misi yang jelas dalam membangun keluarga, memiliki wibawa dihadapan istri dan anak-anaknya, menyenangkan hati isteri dan anak-anaknya, memiliki tanggung jawab memberi nafkah, tidak saja batin, tapi juga lahir, termasuk di dalamnya mengajarkan ilmu.

Ketika rumah tangga itu telah berlayar, dan dalam perjalanannya menemukan badai besar yang menghantam,  maka segeralah melakukan introspeksi diri atas proses membangun kapal besar rumah tangga itu. Rumah tangga manapun termasuk rumah tangga Rasulullah pernah memiliki masalah. Hanya bedanya, masalah dalam rumah tangga Rasulullah merupakan keindahan yang memberkati dan tauladan yang mesti dicontohi.

Boleh jadi proses terbentuknya sebuah rumah tangga dulunya masih diselimuti debu dan syahwat dunia, yang menyebabkan ridho’ dan barakah dari Allah sirna. Sehingga setiap perbedaan sedikit saja dan masalah kecil menjadi prahara. Istri tidak ikhlas melayani suami, suamipun tak peduli dengan isterinya, tidak ada keterbukaan, tidak ada kejujuran, tidak saling menghargai, tidak saling menyayangi, cinta kasih yang hanya dirajut beberapa bulan berubah jadi dendam dan angkara murka. Inilah yang dinamakan neraka dunia. Astaghfirullah, jika itu yang terjadi, maka segeralah mohon ampun kepada Allah atas sisi-sisi hati kita yang berpaling dari petunjuk-Nya. Kekhilafan kita yang tidak melibatkan Allah dalam membuat keputusan panjang untuk membangun keluarga, hanya akan menyengsarakan tidak saja di dunia, tapi juga kelak diakhirat, satu sama lain akan menjadi musuh. Sebesar apapun kekhilafan kita, lautan ampun dan maghfirah Allah begitu luas tak berbatas. Segeralah kita menghadap pada-Nya, berharap dan memohon agar kita diberikan seseorang yang dapat menentramkan hati, menjaga kehormatan diri, meneguhkan langkah, saling mengingatkan dalam ibadah. Karena tidak ada satu pun yang kita lakukan di dunia ini melainkan hanya untuk ibadah kepada Allah.

Mudah-mudahan Allah memperkenankan kepada para lelaki sholeh mendapatkan isteri yang sholehah, yang menggauli suaminya dengan lembut dan penuh kasih sayang, yang menjaga kesabaran dan ketabahan suaminya dalam berdakwah dan mencari nafkah. Seorang isteri yang memiliki rasa takut dan harap hanya kepada Allah, khusyuk dalam ibadah,  halus dan lembut, terhormat dengan hijab (jilbab dan khimar) yang membalut dirinya, yang dalam dirinya berkumpul segala kebaikan, terdidik dengan tarbiyah Islamiyah, ridho melayani suaminya kapanpun, mendidik anak-anaknya secara Islami, yang menjadikan keluarganya sebagai jembatan menggapai ridho Allah.

Bagi keluarga kecil kami… Semoga di dalamnya selalu ada tarbiyah, ada tausiyah, ada diskusi, ada dakwah, ada sakinah, ada mawaddah dan rahmah dengan rujukkan keluarga Rasulullah SAW.

Bagi kami… tidak ada kebahagiaan dan ketentraman yang melebihi keluarga sakinah, mawaddah, warahmah, yang terdiri dari suami dan isteri serta anak-anak yang sholehah, yang menjadikan aqidah dan syariah sebagai sumber kekuatannya. Yang menjadikan ridho Allah sebagai tujuan akhirnya. Bukan untuk kami saja, namun berharap untuk seluruh keluarga kaum muslim di seluruh dunia….

Ya… Allah berkahi keluarga kecil kami ini… besarkanlah ia dalam naungan kasih sayang dan ridhomu… agar Baginda Rasulullah SAW dapat membanggakan jumlah kami di sisinya… Amin Ya Allah ya Rabb al-’alamin.