BOLEHKAH MENIKAH TANPA WALI?

PERTANYAAN:

Ada kawan saya (perempuan) yang telah menikah dengan seorang laki-laki, tetapi pernikahan tersebut tidak diketahui oleh orangtua mereka. Yang menjadi wali bagi wanita tersebut bukan wali dari KUA tapi bapak kostnya dan dua orang saksi. Bagaimanakah hukum pernikahan keduanya? Apa yang harus dia lakukan?  (Yati-Yogyakarta)

 

JAWAB :

 

Adanya wali, dua orang saksi dan terjadinya ijab kabul adalah syarat sahnya menikah. Alasan mengapa wanita tersebut menikah tanpa wali yang diajukan oleh penanya memang belum jelas. Namun persoalan tersebut akan coba kami jelaskan sebagai berikut.

Dalam kasus diatas yang menjadi fokus pembahasan adalah pada ketidaktahuan wali akan pernikahan keduanya. Terutama wali wanita. Sehingga pembahasan kami pada persoalan ini adalah pembahasan tentang siapa yang berhak dan sah menjadi wali bagi wanita dalam pernikahan.

Syaikh an Nabhani menyebutkan dalam kitab beliau An Nizhom al Ijtima’iy fi al Islam: “nikah tidak dipandang absah menurut syariat melainkan disertai dengan wali, karena seorang wanita itu tidak dapat mengawinkan dirinya sendiri, dan tidak dapat pula mengawinkan orang lain. Selain ia pun tidka dapat menjadi wakil, karena walinyalah yang menjadi wakil dalam pernikahannya. Jika ia melakukan hal ersebut maka pernikahannya tidak sah”. (an Nabhani, Nizhom al Ijtima’iy fi al Islam, hal 167)

Rasulullah saw bersabda: “Tidak sah nikah tanpa wali” (HR. Ahmad, Abu Daud, At Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Dari Aisyah r.a beliau berkata: Rasulullah saw bersabda: “Wanita mana saja yang menikah tanpa seizin walinya, maka pernikahannya batal.” (HR. Abu Daud, At Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Dalam hadits lain masih dari Aisyah r.a: Rasulullah saw bersabda: “Wanita mana saja yang dinikahkan tanpa mendapat izin dari walinya, maka pernikahannya adalah batil; pernikahannya adalah batil; pernikahannya adalah batil.” (HR. Ahmad, Abu Daud, At Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Dari hadits-hadits diatas dapat dengan jelas kita pahami bahwa tidak sah pernikahan wanita tanpa ada wali yang menikahkannya. Dalam hal ini bukan berarti bahwa pernikahan anak perempuan ditentukan oleh walinya. Karena ada larangan bagi wali yang menghalangi anak perempuannya menikah (lihat Qur’an surah al Baqarah 232). Seorang wali tidak boleh menerima pinangan siapapun tanpa persetujuan dari anak prempuannya. Rasulullah saw bersabda: “Seorang janda lebih berhak atas dirinya daripada walinya, sedangkan seorang gadis harus dimintai izinnya, dan izinnya adalah diamnya” (HR. Al Jama’ah kecuali al bukhari, lihat Nayl al Awthar, al Syawkani VI: 233).

Imam asy-Syafi’i rahimahullaah berkata, “Siapa pun wanita yang menikah tanpa izin walinya, maka tidak ada nikah baginya (tidak sah). Karena Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Maka nikahnya bathil (tidak sah).” [Al-Umm (VI/35)].

 

Wali bagi wanita.

Yang dikatakan wali adalah orang yang paling dekat dengan si wanita. Dan orang paling berhak untuk menikahkan wanita merdeka adalah ayahnya, lalu kakeknya, dan seterusnya ke atas. Boleh juga anaknya dan cucunya, kemudian saudara seayah seibu, kemudian saudara seayah, kemudian paman. [Al-Mughni (IX/129-134), cet. Darul Hadits]

Ibnu Baththal rahimahullaah berkata, “Mereka (para ulama) ikhtilaf  (berbeda pendapat) tentang wali. Jumhur ulama di antaranya adalah Imam Malik, ats-Tsauri, al-Laits, Imam asy-Syafi’i, dan selainnya berkata, “Wali dalam pernikahan adalah ‘ashabah (dari pihak bapak), sedangkan paman dari saudara ibu, ayahnya ibu, dan saudara-saudara dari pihak ibu tidak memiliki hak wali.” [Fat-hul Baari (IX/187)]

 

Bagaimana jika wali tidak mau menikahkan?

Jika wali tidak mau menikahkan, harus dilihat dulu alasannya, apakah alasan wali tersebut syar’i atau tidak syar’i. Alasan syar’i adalah alasan yang dibenarkan oleh hukum syara’, misalnya anak gadis wali tersebut sudah dilamar orang lain dan lamaran ini belum dibatalkan, atau calon suaminya adalah orang kafir (misal beragama Kriten/Katholik), atau orang fasik (misalnya pezina dan suka mabuk), atau mempunyai cacat tubuh yang menghalangi tugasnya sebagai suami, dan sebagainya. Jika wali menolak menikahkan anak gadisnya berdasarkan alasan syar’i seperti ini, maka wali wajib ditaati dan kewaliannya tidak dapat berpindah kepada pihak lain (wali hakim) (Lihat HSA Alhamdani, Risalah Nikah, hal. 90-91).

Jika seorang perempuan memaksakan diri untuk menikah dalam kondisi seperti ini, maka akad nikahnya tidak sah alias batil, meskipun dia dinikahkan oleh wali hakim. Sebab hak kewaliannya sesungguhnya tetap berada di tangan wali perempuan tersebut, tidak berpindah kepada wali hakim. Sehingga perempuan tersebut sama saja dengan menikah tanpa wali, maka nikahnya batal. Sabda Rasulullah SAW,”Tidak [sah] nikah kecuali dengan wali.”  (HR. Ahmad; Subulus Salam, III/117).

Namun adakalanya wali menolak menikahkan dengan alasan yang tidak syar’i, yaitu alasan yang tidak dibenarkan hukum syara’. Misalnya calon suaminya bukan dari suku yang sama, orang miskin, bukan sarjana, atau wajah tidak rupawan, dan sebagainya. Ini adalah alasan-alasan yang tidak ada dasarnya dalam pandangan syariah, maka tidak dianggap alasan syar’i. Jika wali tidak mau menikahkan anak gadisnya dengan alasan yang tidak syar’i seperti ini, maka wali tersebut disebut wali ‘adhol.  Makna ‘adhol, kata Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani, adalah menghalangi seorang perempuan untuk menikahkannya padahal perempuan itu telah menuntut nikah. Perbuatan ini adalah haram dan pelakunya (wali) adalah orang fasik (Taqiyuddin An-Nabhani, An-Nizham Al-Ijtima’i fi Al-Islam, hal. 116). Firman Allah SWT :

 

“…maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma’ruf.” (TQS Al-Baqarah : 232)

 

Kebolehan wali hakim

Jika wali tidak mau menikahkan dalam kondisi alasan yang tidak syar’i, maka hak kewaliannya dapat berpindah kepada wali hakim (Imam Asy-Syirazi, Al-Muhadzdzab, II/37; Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘ala Al-Madzahib Al-Arba’ah, IV/33). Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW,”…jika mereka [wali] berselisih/bertengkar [tidak mau menikahkan], maka penguasa (as-sulthan) adalah wali bagi orang [perempuan] yang tidak punya wali.” (Arab : …fa in isytajaruu fa as-sulthaanu waliyyu man laa waliyya lahaa) (HR. Al-Arba’ah, kecuali An-Nasa`i. Hadits ini dinilai shahih oleh Ibnu ‘Awanah, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim, Subulus Salam, III/118).

Yang dimaksud dengan wali hakim, adalah wali dari penguasa, yang dalam hadits di atas disebut dengan as-sulthan. Imam Ash-Shan’ani dalam kitabnya Subulus Salam II/118 menjelaskan, bahwa pengertian as-sulthan dalam hadits tersebut, adalah orang yang memegang kekuasaan (penguasa), baik ia zalim atau adil (Arab : man ilayhi al-amru, jaa`iran kaana aw ‘aadilan). Jadi, pengertian as-sulthaan di sini dipahami dalam pengertiannya secara umum, yaitu wali dari setiap penguasa, baik penguasa itu zalim atau adil. (Bukan hanya dari penguasa yang adil). Maka dari itu, penguasa saat ini walaupun zalim, karena tidak menjalankan hukum-hukum Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara,  adalah tetap sah menjadi wali hakim, selama tetap menjalankan hukum-hukum syara’ dalam urusan pernikahan.

Untuk mendapatkan wali hakim, maka bisa datang ke Kepala KUA Kecamatan tempat calon mempelai perempuan tinggal. Hal ini karena di Indonesia sejak 14 Januari 1952 berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1952, wali hakim dijalankan oleh Kepala KUA Kecamatan, yang dilaksanakan oleh para Naib yang menjalankan pekerjaan pencatatan nikah dalam wilayah masing-masing. Peraturan ini berlaku untuk wilayah Jawa dan Madura. Sedang untuk luar Jawa dan Madura, diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1952 dan mulai berlaku mulai tanggal 1 Juli 1952 (Lihat HSA Alhamdani, Risalah Nikah, hal. 91).

Kesimpulan dari pembahasan ini dan jawaban bagi pertanyaan diatas adalah,

  1. Seorang wanita tidak sah pernikahannya tanpa adanya wali yang menikahkannya.
  2. Wali bagi perempuan adalah kerabat terdekatnya sebagaimanan telah dijelaskan di atas.
  3. Jika semua nya tidak ada karena meninggal atau telah fasiq atau kafir maka hak perwalian nikah adalah kepada wali hakim.
  4. Selain wali yang disebutkan diatas maka tidak ada lagi wali bagi wanita. Jika ia tetap menikah maka pernikahannya batil, tidak sah.  Persoalan teman saudari itu disamakan dengan menikah tanpa wali ini, karena orangtua wanitanya tidak terkategori fasiq atau kafir serta wali hakim masih ada, sehingga menikahnya mereka atas wali bapak kosnya tidak sah. Pernikahan tersebut harus diulang dengan dinikahkan oleh walinya. Demikianlah pemahaman kami dalam persoalan ini. Wallahu’alam. [ ]

 

Yogyakarta, 8 Desember 2007

 

Fauzan al Banjari

39 thoughts on “BOLEHKAH MENIKAH TANPA WALI?

  1. Assalamualaikum…
    saya sudah menikah tanpa wali, sebelumnya saya sudah menuntut kepada ayah saya untuk menikahkan saya…tapi ayah saya tidak berkenan karena menurutnya saya masih muda dan harus melanjutkan sekolah sampai sarjana…saya pun bilang bahwa saya tetap akan melanjutkan sekolah walau menikah..kalau ayah berkenan saya berpisah dengan ayah,,saya ikhlas hidup berpisah dengan suami saya nanti sampai kami mempunyai biaya yang cukup untuk hidup bersama dengan uang masing – masing…tapi ayah saya tetap menolaknya…tapi ustadz, saya dan suami saya sekarang hanya ingin menyelamatkan agama kami, makanya kami pergi ke pasantren dan meminta dinikahkan…saya menyebutkan bahwa ayah saya adhol…apakah jika alasan ayah saya seperti itu disebut adhol?apakah pernikahan saya sah?
    Jkk

    • Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabaraktuh
      Mba Febriany yang baik…
      Wali bagi seorang wanita adalah kerabat terdekatnya, sebagaimana pendapat jumhur ulama di antaranya adalah Imam Malik, ats-Tsauri, al-Laits, Imam asy-Syafi’i, dan selainnya berkata, “Wali dalam pernikahan adalah ‘ashabah (dari pihak bapak), sedangkan paman dari saudara ibu, ayahnya ibu, dan saudara-saudara dari pihak ibu tidak memiliki hak wali.” [Fat-hul Baari (IX/187)].
      Urutan kewaliannya adalah ayahnya, lalu kakeknya, dan seterusnya ke atas. Boleh juga anaknya dan cucunya, kemudian saudara seayah seibu, kemudian saudara seayah, kemudian paman. [Al-Mughni (IX/129-134), cet. Darul Hadits].
      Jadi, apabila ayah tidak ada (meninggal atau terkategori ‘adhol), maka yang dimintakan menjadi wali adalah kakek dan seterusnya ke atas, atau boleh juga saudara kandung (seayah seibu), kemudian saudara tiri (seayah), kemudian paman (dari saudara ayah, dan bukan dari suadara seibu). Jika semua itu tidak ada maka boleh dengan wali hakim. Kebalikkannya, jika semuanya masih ada dan tidak berhalangan untuk menikahkan maka merekalah yang berhak menikahkan bukan wali hakim, kecuali mereka semua ‘adhol atau telah mewakilkannya kepada wali hakim.
      Sedangkan seorang wali berhak melarang anaknya (wanita di bawah kewaliannya) untuk menikah dengan alasan-alasan syar’i diantaranya adalah:
      1. Karena calon suami adalah orang kafir (nasrani, yahudi, dll, yang bukan beragama Islam).
      2. Calon suami adalah orang yang fasiq (suka berbuat maksyiat).
      3. Suami memiliki cacat fisik yang tidak dapat memenuhi tugasnya sebagai seorang suami baik secara biologis maupun nafkah (misal: mandul atau sama sekali tidak mampu bekerja).
      4. Wanita tersebut masih dalam lamaran lelaki lain yang sudah diterima.
      5. Calon suami dapat membahayakan agama wanita yang akan dinikahinya.
      6. Calon suami terkenal kasar dan sangat mungkin akan menyakiti isterinya.
      7. Calon suami dan isteri tidak memiliki kesiapan untuk menikah, baik dari sisi ilmu maupun nafkah dari pihak suami.
      8. Dan alasan-alasan lain yang memiliki dalil syar’i (al-Qur’an dan As Sunnah)

      Adapun apabila alasannya hanya sekedar karena masih muda dan untuk bersekolah dulu sampai sarjana. Maka alasan ini tidak syar’i untuk menghalangi wanita menikah apabila telah wajib bagi wanita tersebut menikah. Karena meski hukum asal menikah adalah sunnah (mandub), namun hukum asal sunnah ini dapat berubah menjadi hukum lain, misalnya wajib atau haram, tergantung keadaan orang yang melaksanakan hukum nikah. Jika seseorang tidak dapat menjaga kesucian (‘iffah) dan akhlaknya kecuali dengan menikah, maka menikah menjadi wajib baginya. Sebab, menjaga kesucian (‘iffah) dan akhlak adalah wajib atas setiap muslim, dan jika ini tak dapat terwujud kecuali dengan menikah, maka menikah menjadi wajib baginya, sesuai kaidah syara’ :
      Ma la yatimmul wajibu illa bihi fahuwa wajib
      “Jika suatu kewajiban tidak sempurna kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu wajib juga hukumnya.” (Taqiyuddin An Nabhani, 1953, Asy Syakhshiyah Al Islamiyah Juz III, hal. 36-37).
      Ditambah lagi, menikah dini, yaitu menikah dalam usia remaja atau muda, bukan usia tua, hukumnya menurut syara’ adalah sunnah (mandub). (Taqiyuddin an Nabhani, 1990, An Nizham Al Ijtima’i fi Al Islam, hal. 101). Sabda Nabi Muhammad SAW :
      “Wahai para pemuda, barangsiapa yang telah mampu, hendaknya kawin, sebab kawin itu akan lebih menundukkan pandangan dan akan lebih menjaga kemaluan. Kalau belum mampu, hendaknya berpuasa, sebab puasa akan menjadi perisai bagimu.” (HR. Bukhari dan Muslim) (HSA Al Hamdani, 1989, Risalah Nikah, hal. 18)
      Berbeda halnya jika alasan orang tua adalah karena mba Febri dan Suami belum siap untuk menikah, baik dari sisi ilmu maupun nafkah, maka alasan penolakan wali masih tergalong alasan syar’i, dengan catatan mba Febry dan Suami masih mampu menjaga Iffah (tidak mendekati zina -mis: pacaran-, maaf apalgi sampai berzina).
      Dalam kasus mba Febry, seharusnya yang dilakukan jika ayah adalah wali ’adhol, maka mintalah kepada wali yang lain, jika semua wali kerabat juga ’adhol, baru kepada wali hakim. Dan yang dimaksud wali hakim adalah wali yang ditunjuk oleh sulthan (penguasa) sebagaimana yang telah kami jelaskan. Sedangkan meminta ke pesantren untuk dinikahkan menurut pendapat kami tidak memenuhi kriteria wali yang boleh menikahkan mba Febri dan Suami. Untuk lebih berhati-hati dalam kasus ini, menurut kami sudah seharusnyalah mba Febri meminta ridho kepada ayah dan keluarga mba Febri dan menikah kembali atas kewalian dari mereka.
      Wallahu’alam bishowab.

    • Wa’alaikumsalam warahmatullahiwabaraktuh…
      Menikahi seorang janda tetap harus ada walinya, meski seorang janda tidak sama seperti seorang gadis yang harus melalui ijin walinya. karena syarat sah pernikahan adalah adanya wali (meski hanya wali hakim), dua orang saksi yang adil dan ijab qabul.
      Wallahu’alam.

  2. Assalamualaikum Wr Wb

    usia saya 28 th dan calon istri saya 29 th kami sedang merencanakan pernikahan, calon istri saya seorang janda
    dalam proses perencanaan itu kami pun meminta restu pada orang tua kami.

    saya meminta restu pada orang tua saya, tanggapan beliau setelah mengetahui status calon istri saya tidak memperbolehkan dengan alasan akan membuat malu keluarga dengan menikahi seorang janda

    sedang tanggapan dari orang tua calon istri saya tidak memperbolehkan karena saya lebih muda, kurang percaya apakah nanti bisa memberikan nafkah

    “status ekonomi saya dan calon istri saya berbeda”

    jujur dalam hati kecil kami, kami tidak mau mengecewakan orang tua kami, apa lg menjadi anak durhaka apabila kami melangsungkan pernikahan

    apakah alasan orang tua kami termasuk dalam alasan syar’i ?

    apakah calon istri saya boleh menggunakan wali hakim ?

    mohon penjelasan/saran yg sekiranya baik untuk kami dan orang tua kami, kami dalam pilihan yg sulit

    Terimakasih kami ucapkan

    wassalamualaikum

  3. Ass Wr Wb,

    Saya seorang janda cerai dengan 2 anak. saya akan menikah siri dengan seorang mu’alaf beristri ( istrinya masih nasrani ). Baik calon suami saya ataupun istrinya adalah orang penting/publik figur yang jika mereka bercerai dapat menimbulkan gejolak sosial.
    Calon suami sering datang ke rumah, saya takut kami lepas kontrol dan melakukan zina. Makanya saya ingin mengesahkan hubungan kami paling tidak dalam pandangan Allah SWT.
    Ayah saya sudah meninggal. Sebagian besar keluarga saya tidak menyambut baik rencana pernikahan siri saya, tetapi ibu saya merestui hubungan kami dan rencana pernikahan siri kami.
    Pertanyaan saya … ” Bolehkah saya menikah dengan wali yang bukan ahli wali/urutan wali keluarga ( kakak/adik dari bapak saya atau kakak kandung saya)?

    Mohon balasan dikirim ke alamat e-mail ini.

    Terima kasih.
    Devi K

  4. Assalamu’alaikum.wrwb,ustadz..langsung saja,bagaimanakah hukum prnkhn kami yg selama ini kami menikah tanpa wali dari istri karna walinya sudah almarhum,Dan kamipun melangsungkan nikah dengan wali dari seorang temankami,yg bisa dikatakan teman kami itu adalah orang soleh(santri)dan status istri sy waktu itu adalah seorang janda.kami mengambil jalan pintas sprti itu karna orang tua dr istri sudah tida ada/almarhum,dan jarak kamipun sangat jauh dari family bahkan kami ada di luar negri…kami mhn penjelasan nya dr almukarom ustadz.sebelun&sesudahnya kami ucapkan beribu bnyk terimakasih..

    Wasalam.wrwb

    TTD:hamba allah.

  5. Assalamualaikum. Wr.Wb
    Ustadz,saya seorang wanita berumur 23 th. Saya sdh menyelesaikan sekolah dan saat ini sudah bekerja.
    Saya dan calon saya berniat untuk menikah tanpa wali ustadz,hal ini di karenakan tdk adanya restu dari keluarga saya. Ayah saya sudah meninggal,dan saya memiliki seorang kakak laki2.
    Kami sudah mengutarakan nawaitu kami ke ibu dan kel saya,kami meminta ijin agar di halalkn nya hubungan kami. Namun ibu saya ttp bersikeras tdk menyetujui. Dia telah memilih org lain yang dapat memenuhi semua kebutuhannya,dan sebagai penggantinya saya harus menerima orang itu. Namun bathin saya gak ridho ustadz. Saya telah berhub ckup lama dg calon saya,kami seiman.InsyaALLAH,selama ini dy yang membantu saya untuk sabar. Bukan hanya paksaan bathin tapi juga lahir. Sudah bertahun ustadz,fisik dan bathin saya sudah tidak mampu. Bahkan pernah terbersit utk menyusul alm.papa saya. Namun calon saya menguatkan saya,dia akan tetap menjaga saya dan kami berniat menikah (tanpa wali),saya sudah tdk sanggup ustadz. Apa yang harus saya lakukan.
    Wali saya tdk mau menikahkan saya,karena alasan menimbang ibu saya.
    Saya takut ustadz,org pillihan ibu saya itu sungguh (maaf saya tdk bisa menjabarkannya,tdk ada hak saya untuk membuka aib org lain). Saya sudah mengatakan kepada dia bahwa harta,daya dan kuasa serta siksa itu tdk pernah kekal. Tapi dia masih saja ustadz..
    Keadaannya sekarang sudah mulai genting,saya harus bertindak cepat ustadz.. Mohon bantuannya..
    Tolong di jawab di email ini
    Wassalamualaikum,wr.wb..

  6. Ass.wr.wb

    Saya wanita umur 26th,calon suami *insya allah* umur 27th.
    saat ini kami sedang merencanakan pernikahan.dalam proses ini kami pun meminta restu pada kedua ortu kami msg2.

    Ketika meminta restu ortu saya,tanggapan mereka adalah tidak setuju.dikarenakan status ekonomi keluarga saya dan keluarga calon yang berbeda jauh (status ekonomi keluarga saya lebih baik).

    Sedangkan ketika meminta restu ortu calon suami,tanggapan mereka juga tidak setuju.tapi beliau tidak menyebutkan alasannya,hanya berkata “pokoknya tidak suka”

    Apakah alasan kedua ortu kami termasuk alasan syari’i?

    Apakah saya boleh menggunakan wali hakim?

    Terimakasih kami ucapkan

    Wassalamualaikum

    *mohon balasan dikirim ke alamat e-mail berikut ini*

  7. pak ustadz saya ingin bertanya. saya dan teman perempuan saya sudah melakukan hubungan di luar nikah. oleh karena itu saya dan dia ingin melangsungkan pernikahan. tetapi tanpa seizin orang tua karena kami takut akan di marahi dan takut membuat orang tua kami syok. tolong beri saran pak ustd krena kami takut membuat dosa yang lebih besar oleh krn itu kami ingin menikah. apakah bisa wali si perempuan di gantikan oleh orang lain? ass

    • perbuatan yang anda lakukan adalah perbuatan dosa besar, yaitu melakukan zina. dalam Islam hukuman bagi pezina yang ghairu muhshon (belum menikah) adalah dicambuk dengan 100 kali cambukan untuk menggugurkan dosanya. dan yang dapat melaksanakannya adalah seorang hakim yang ditunjuk oleh seorang Khalifah. amat disayangkan karena khilafah belum lagi tegak saat ini, maka taubatan nasuha adalah satu-satunya jalan bagi anda berdua. tidak dibenarkan anda melakukan pernikahan tanpa sepengtahuan wali perempuan dengan alasan ini. anda harus ‘gentle’ mengakui perbuatan dosa tersebut sebagai bagian dari taubat Anda. beranilah bertanggung jawab atas apa yang anda lakukan. jika anda takut dan beriman kepada hari akhir maka bertaubatlah dan sampaikanlah keinginan anda untuk menikah kepada orang tua anda berdua. Akuilah perbuatan tersebut sebagai bentuk kesungguhan taubat anda. Semoga Allah mengampuni Anda. Karena Allah Maha Pengampun.

  8. Assalamualaikum…
    ustadz,,saya mau bertanya…saya seorang laki2,,ingin menikah dengan seorang wanita keturunan arab,,,kami saling mencintai,,tetapi orang tua dari pacar saya tidak setuju dgn alasan berbeda suku dan ekonomi…dan wali pacar saya tersebut malah mencarikan calon dan memaksa nya untuk menikahi calon pilihan nya…tetapi pacar saya bersikeras menolak calon pilihan ayahnya, dan ayahnya marah sampai2 ringan tangan ke pacar saya…jd kami punya rencana nikah tanpa wali( kawin lari)…apakah boleh?????
    Tlg di jawab secepatnya…trema kasih…wassalam…

    • Wa’alaikum salam
      Pacaran adalah perbuatan haram, karena suatu tindakan mendekati zina.
      Jangan mengambil jalan pintas terhadap persoalan seperti ini. pernikahan tanpa wali perempuan adalah pernikahan yang tidak sah. dan wali perempuan hanya bisa digantikan dengan alasan-alasan yang telah kami sebutkan pada artikel ini. oleh karenanya, lakukan upaya-upaya komunikasi antar keluarga untuk mencari solusi. ingatlah hidup berumah tangga adalah jalan panjang jangan diputuskan dengan emosi sesaat. lakukan pendekatan dan komunikasi yang melibatkan pihak-pihak lain dengan niat yang ikhlas dan cara yang benar, dan berdoalah selalu agar Allah memudahkan urusan Anda.

  9. Ass. wr. wb.
    Ustadz, saya seorang wanita berumur 26thn. pacar saya berniat mau melamar, tapi ternyata dia pernah menderita gejala penyakit hepatitis B. meski kami telah mengajukan bukti hasil dari labolatorium bahwa dia telah sembuh, tapi orang tua saya tetap tidak setuju untuk menikahkan saya (bahkan disangka menipu hasil lab) disisi lain saya malu karena setiap teman, tetangga/ saudara menanyakan kapan pernikahan saya. bagaimana cara meluluhkan hati kedua orang tua saya? apa hukumnya bagi wali saya (dosa/tidak)disebut apakah wali seperti itu? (mohon disertai rujukan hadist/Al Qur’an sebagai penguatnya) terima kasih sebelumnya.
    Asslm. wr. wb.

    • Wa’alaikum salam wrwb.
      Mba Liani yang baik…
      Harus kami katakan disini bahwa aktivitas berpacaran adalah perbuatan haram dan harus ditinggalkan. Harus dicari tahu alasan sesungguhnya orang tua mba liani tidak mengijinkan pernikahan tersebut apakah benar-benar karena alasan tersebut (penyakit) atau tidak.
      Tunjukkanlah bukti-bukti yang meyakinkan bahwa hepatitis B memang bisa sembuh total, dan sudah dibuktikan dgn hasil Lab juga. Sampaikan juga kalau pernikahan tersebut dapat menyelamatkan kehormatan dan agama mba Liani. Lakukanlah pendekatan dengan cara sebaik-baiknya. Terkait dengan status wali dan dalil-dalil telah cukup kami sampaikan pada artikel di atas.

  10. ass.saya seorang janda tetapi sudah menikah sirih..pernikahan kami tanpa ada wali dari saya…apakah nikah kami sah atau tidak tolong kejelasanya

    • Wa’alaikum salam wrwb…
      Mba Ncu yang baik…
      Sesungguhnya seorang janda tetap membutuhkan wali untuk menikah, hanya saja memang janda tidak membutuhkan ijin dari walinya untuk menikah. Jika ia meminta kepada wali hakim untuk menikahkan dirinya maka itu diperbolehkan. Pernikahan sah dengan keberadaan wali, dua orang saksi dan ijab qabul.

  11. assalamualaikum ustadz, saya seorang wanita umur 26 tahun, InsyaAllah dalam waktu dekat saya akan melangsungkan pernikahan. orang tua kandung saya telah berpisah cukup lama, dan masing-masing telah berkeluarga. saya tinggal bersama ibu kandung dan ayah tiri saya. pada saat melangsungkan ijab kobul, ayah saya telah memberi kuasa pada ayah tiri saya untuk menjadi wali hakim. apakah hal tsb diperbolehkan ustadz? apakah pernikahan saya sah? mohon penjelasannya.. terima kasih

    • Wa’alaiukumsalam wrwb…
      Mba Nova yang baik…
      Jika Ayah kandung Mba Nova telah memberikan kuasa kewalian kepada bapak tiri mba Nova, maka bapak tiri mba Nova sah menjadi wali pernikahan mba Nova. Ketika wali hakim menikahkan mba Nova atas kuasa dari ayah tiri mba Nova maka pernikahan mba Nova insyaAllah sah menurut syariat.

  12. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

    Saya adalah seorang adik dari seorang kakak perempuan yang telah menikah tanpa seizin wali (Ayah saya). Adapun alasan Ayah saya tidak mau menikahkan kakak saya dengan laki-laki pilihan nya, dikarenakan alasan si calon suami merupakan seorang pria dengan temparemen buruk, suka mabuk-mabukan, sering mencuri (ini bukan fitnah), setelah mereka menikah (kawin lari), kehidupan mereka benar-benar sangat memprihatinkan (suami tidak bekerja), suami sering mengeluarkan kata-kata kotor kepada istrinya, bahkan suaminya pernah mengancam akan melempar anak mereka yang masih bayi kedalam semak jika kakak saya tidak mau menuruti kemauannya, saya sebagai adik benar-benar depresi memikirkan nasib kakak saya (saya telah mati-matian melarang mereka menikah, bahkan sampai dikeroyok massa yang dihasut oleh suami kakak saya), suami benar-benar tidak menghargai kedua orang tua saya, oleh karena itu kami sekeluarga pernah ingin mereka menikah ulang, tapi ditolak mentah2 oleh suaminya, dan kami ingin sekali mereka berpisah atau cerai, bagaimanakah tanggapan ustadz ttg masalah kami, apakah benar tindakan kami menginginkan mereka cerai). Wassalam

    • Wa’alaikum salam wrwb…
      Mas Murjani yang baik…
      Pernikahan yang telah dilakukan oleh wali hakim tanpa seijin wali wanita sesungguhnya adalah pernikahan yang fasad (rusak). Namun jika seorang wali kemudian merestui pernikahannya maka pernikahan tersebut boleh untuk tidak diulang. Namun jika wanita tersebut dinikahi dengan paksaan tanpa keridhaannya, maka pernikahan itu batil. Dalam kasus di atas kami tidak jelas apakah kakak anda memang menghendaki pernikahan itu atau tidak, karena pernikahan tersebut telah terjadi maka fokus kami adalah pada tingkah laku sang suami terhadap isterinya:
      Seorang suami haram memukul isteri sampai meninggalkan bekas pada tubuh isterinya. Seorang isteri boleh mengajukan cerai jika suami telah memperlakukan dirinya secara kasar. Kakak ipar anda tersebut harus disadarkan melalui orang ketiga (org tuanya, saudaranya, atau siapa saja yang dapat memberikan pengaruh kuat kepadanya). Jika cara tersebut tidak dapat menyadarkannya maka pilihan bercerai ada pada isterinya, jika ia menghendaki cerai maka proses perceraian dapat disampaikan kepengadilan agama setempat. Semoga Allah menyadarkan kakak ipar mas Murjani untuk menjadi suami yang sholih, Amin. mas Murjani juga do’akan agar mereka dapat menjadi keluarga sakinah.

  13. Assalamu alaikum.saya ingin bertanya,sah kah apabila saya menikahi seorang wanita yang merupakan pacar saya tetapi tanpa sepengetahuan walinya.Dengan dasar alasan sebagai berikut : dalam adat Makassar mas kawin untuk pernikahan itu sangat memberatkan pihak pria yang terkadang sampai puluhan juta rupiah,sedangkan saya untuk saat ini belum bisa menyanggupi hal tersebut tetapi saya dan pacar saya sangat takut untuk berbuat zina kami takut melakukan hal itu.Saat ini saya baru mempunyai uang yang jauh dari nilai yang menjadi standar mas kawin orang makassar.Mohon penjelasannya dan solusi buat kami.
    Terima kasih sebelumnya.

    • Wa’alaikum salam wrwb.
      Mas Andi yang baik…
      Pacaran itu haram karena pintu gerbangnya zina. Seorang wanita wajib memiliki wali saat pernikahannya. Dan walinya adalah sebagaimana telah kami sebutkan pada artikel di atas. Jika walinya telah menyerahkan kepada wali hakim maka pernikahan dapat dilakukan, jika tidak maka sama saja si wanita tidak memiliki wali yang berarti tidak sah jika menikah.
      Memang didalam Islam tidak diwajibkan mahar yang besar. Bahkan wanita yang paling baik adalah yang maharnya paling ringan, disamping juga tidak dilarang bagi wanita meminta mahar sesuai dengan kewajaran baginya. Oleh karenanya beranikanlah diri untuk melamar kepada ayah wanita tersebut. Jelaskanlah bahwa anda sanggup menafkahinya dll. Jelaskan juga bahwa anda takut jika nanti terjatuh kepada perzinahan jika tidak menikah. Jika anda tetap di tolak, maka Allahu Akbar (Allah Maha Besar), anda tidak boleh memaksakan diri. Jika Anda benar-benar takut akan jatuh kepada zina, maka tinggalkanlah aktivitas pacaran Anda (putuskan pacar Anda), banyak-banyak lah mendekatkan diri kepada Allah dengan berpuasa. Karena jika wanita tersebut memang jodoh Anda, insyaAllah Allah akan mempertemukan Anda kembali dengannya dalam pernikahan yang barokah.

  14. assalamu’alaikum wr… wb… pak ustadz saya ingin bertanya. saya dan teman perempuan saya sudah melakukan nikah siri tapi menggunakan wali hakim, kenapa begitu sebab wali dari pihak keluarga perempuan tidak menyetujui pernikahan kami oleh sebab saya sudah ber istri dan punya anak dua, sedangkan si wanita yg saya nikahi ini menerima keadaan tersebut dan siap untuk menjadi istri kedua dengan ikhlas. oleh karena itu saya dan dia melangsungkan pernikahan. tetapi tanpa seizin orang tua karena kami takut akan di marahi dan takut membuat orang tua kami syok serta kami juga ingin menghindarkan zina dari arti pacaran itu sendiri. tolong beri saran pak ustd krena kami takut membuat dosa yang lebih besar oleh krn itu kami menikah. apakah bisa wali si perempuan di gantikan oleh orang lain? wassalam….

    • Wa’alaikum salam wrwb.
      Mas Andi yang baik…
      Menurut pendapat kami wali hakim yang sah untuk menikahkan adalah wali hakim yang ditunjuk oleh negara. Jika di indonesia adalah mereka yang di tunjuk sebagai wali hakim nikah di KUA, jadi bukan sembarang wali hakim. Larangan wali terhadap pernikahan anaknya karena poligami jelas bukan alasan syar’i (jika wali melarang maka bisa disebut sebagai wali ‘adhol). Namun demikian, mas Andi dan wanita yang ingin dinikahi harus melakukan pendekatan dengan jalan yang baik, dan tidak mengedepankan prasangka sebelum dikomunikasikan dengan cara baik-baik kepada kedua orang tua. Karena sesungguhnya menikah itu menyatukan dua keluarga bukan hanya mas Andi berdua. Pelajaran terbaik buat semua adalah ingatlah kewajiban berbakti kepada kedua orang tua, janganlah selalu mementingkan keinginan kita sendiri. Sadarlah suatu saat kita juga akan menjadi orang tua, dan boleh jadi anak kita akan melakukan hal yang sama…

  15. Ass Wr Wb,
    pak ustad saya mau bertanya,saya ingin menikah.tapi calon mempelai wanita tak ada wali, karna calon mempelai wanita di besarkan di panti asuhan di wilayah jakarta.saya bingung,saya tau menikah perlu adanya wali dari mempelai wanita.orang tua saya pun tak setuju dengan niat saya menkahi wanita tersebut lantaran wanita dari asal usulyang tidak jelas.mohon petunjuk pak ustad .

    • Wa’alaikum salam wrwb…
      Mas BoyCha yang baik…
      Untuk wanita yang tidak diketahui asal-usul orang tuanya maka solusinya cukup dengan adanya wali hakim (KUA setempat). Persoalan terkait dengan ketidak setujuan orang tua mas BoyCha maka lakukanlah komunikasi yang baik. Beritahukan kepada beliau bahwa seorang anak tidak menanggung dosa orang tuanya, seorang anak tidak ada yang memilih untuk ditelantarkan oleh orang tuanya. Iman dan amal sholeh tidak dapat diwariskan. Bukankah akan sangat membahagiakan dan baik dipandangan Allah SWT jika si wanita dengan pernikahan tersebut memperoleh suami sekaligus ayah dan ibu… semoga Allah memudahkan urusan mas BoyCha

  16. ass wr wb…
    saya ingin bertanya…saya menikahi siri seorang janda tanpa wali dari orang tua nya…tetapi saya memakai wali hakim…oleh karena..saya takut berbuat zina.dalam bulan ramadhan .jadi kami berfikir untuk sementara tidak memberi tahu orang tua nya…tetapi kami merencanakan pernikahan ulang…setelah ramadhan dan memberitahu orang tua nya…pertanyaan saya…sah kah pernikahan saya itu…wassalam tks sebelum nya

    • Wa’alaikum salam wrwb…
      Mas Solihin yang baik…
      Sesungguhnya seorang janda tidak membutuhkan ijin orang tuanya (walinya). Jika telah menikah dengan keberadaan wali hakim dan dua orang saksi, maka pernikahan tersebut sah. Namun, sebaiknya bersegera memberitahu kepada kedua orang tuanya, bagaimanapun hubungan silaturahmi tetap harus dijaga.

  17. Ass….gmn nikah tanpa wali (bapak) karna jauh beda negara,sedangkn d’sinipun saya tdak ada saudara. jd gmn cara mencari wali’y agar nikah itu sah?? trimaksh atas jwbn’y

    • Wa’alaikum salam…
      Mba Neng yang baik…
      Dengan teknologi seperti saat ini, sesungguhnya jarak bukanlah lagi penghalang. Yang dibutuhkan oleh seorang wanita gadis yang akan menikah adalah ijin dari ayahnya (walinya), jika sang ayah telah mengijinkan dan menyerahkan pernikahan kepada wali hakim di negara lain tersebut maka pernikahan dapat dilakukan. Wali wajib adanya bagi wanita yang akan menikah (minimal wali hakim).

  18. Pak saya mao tanya dgn penjelasan hadist diatas sebagai berikut
    (mempunyai cacat tubuh yang menghalangi tugasnya sebagai suami, dan sebagainya. Jika wali menolak menikahkan anak gadisnya berdasarkan alasan syar’i seperti ini, maka wali wajib ditaati dan kewaliannya tidak dapat berpindah kepada pihak lain)

    jujur pak saya mempunyai cacat tubuh jika saya tidak direstui calon mertua saya sedangkan kami sudah sama2 sayang apa sejelek itu kah islam di darah dagingku ini melarang kami menikah katax Allah tidak pernah memandang status. knp hanya masalah cacat tubuh hal itu tdk dibenarkan yg jadi pertanyaan berarti saya ini bukan ciptaan Allah jujur ini benar2 tidak adil,

    • Mas Ery yang baik…
      Yang dimaksud cacat tubuh di atas adalah cacat tubuh yang menyebabkan si laki-laki tidak mampu memenuhi kewajibannya sebagai seorang suami. Baik secara biologis maupun ekonomi. Misalnya seorang laki-laki yang terpotong alat kelaminnya, atau lumpuh yang tidak memungkinkan baginya untuk berhubungan intim dengan isterinya dan mencari nafkah untuk keluarganya. Maka dalam kondisi seperti ini seorang laki-laki tidak mampu memenuhi kewajiban sebagai suami di dalam Islam. Oleh karena itulah Islam membolehkan bagi wali untuk melarang anaknya menikah. Selain itu, salah satu tujuan menikah itu adalah untuk memperoleh keturunan. Jika seorang laki-laki tidak mampu memenuhi kewajibannya sebagai suami maka ia jatuh kepada dosa. Islam mencegah dirinya untuk jatuh kepada dosa. Allah MahaAdil dan Maha Penyayang.
      Jika cacat tubuh tersebut tidak menghalangi laki-laki untuk memenuhi kewajibannya sebagai seorang suami, maka tidak ada alasan syar’i bagi wali wanita untuk melarang pernikahan tersebut.

  19. Assalamu’alaikum wr.wb
    Ustadz saya seorang perempuan berusia 22 tahun saya seorang janda memiliki 1 anak lalu saya skrg memiliki pasangan,pasangan saya mengajak saya untuk menikah tetapi di lain sisi kedua orangtua kami tidak setuju dengan hubungan ini dikarenakan sesuatu hal serta karena kami blm sama” lulus kuliah,,pertanyaan saya adalah:
    1. Bolehkah seorang janda menikah tanpa wali?sah atau tidak?
    2. Apabila kami menikah bagaimana hukum pernikahan kami?sah atau tidak?
    3. Salah satu teman saya jg pernah bertanya,bolehkah seorang janda menikah? padahal janda tersebut blm sah menjadi janda dlm pemerintah ( blm cerai secara sah ) tetapi secara agama dia sudah janda ( sudah cerai secara agama ) ?

  20. assalamu’alaikum
    ustdz tlg penjelasan untuk prtanyaan saya yg baru saja saya kirim, tlg balasan lwt email ini saja y pak ustadz,,
    trima kasih
    assalamu’alaikum wr.wb

  21. Assalamu’alaikum wr.wb,

    hamba Allah..

    Pak ustadz.., sy seorang janda anak 1, saya akan menikah . kisah hidup saya sangat memilukan. sy baru mengetahui jika ayah saya bukan ayah kandung. sementara ibu saya selalu tertutup dengan status saya sesungguhnya, setelah sy membaca ttg hukum pernikahan beserta syaratnya, jika pernikahan tanpa wali kandung itu tdk sah dan akan selalu di anggap berzina. sy serba bingung pak ustad, sy ingin mnjaga perasaan kedua orgtua sy meski ayah tiri tp beliau yg membesarkan sy.

    1. apakah bisa jika saya melakukan akad tnpa wali? krna sy tdk tau ayah kandung sy.
    2. rencananya setelah akad melalui wali hakim.. sy akan melakukan akad kembali.. agar mnjaga perasaan kedua org tua sy dan keluarga calon mertua sy?

    mohon kirim lewat email ini pak ustadz, karena sangat urgent.., terimakasih banyak. Semoga Allah senantiasa mmberi barokah

Tinggalkan Balasan ke firman Batalkan balasan